Gamal Al Banna: Martin Luther dari Negeri Piramid

Pada bulan September 2004, Perpustakaan Mahasiswa Indonesia Kairo (PMIK) Mesir mengadakan seminar pemikiran Islam. Seminar ini digelar untuk mengakhiri kegelisahan mahasiswa Indonesia di Mesir terkait dengan pembredelan buku berjudul Maysuliyyatu Fasyli al-Daulah alIslamiyyah (Tanggung Jawab Kegagalan Negara Islam) yang dikarang oleh seorang tokoh bernama Gamal al-Banna.Buku yang sudah terbit sejak sepuluh tahun lalu ini dibredel oleh Lembaga Riset al-Azhar yang bernama Majma’ Buhuts a-Islamiyyah. Gamal al-Banna dan perwakilan al-Azhar sengaja dipersandingkan dalam seminar ini.

“Pertarungan pemikiran” pun tak dapat dihindari. Bagi Gamal, apa yang dilakukan al-Azhar tidak sejalan dengan ajaran kebebasan yang menjadi salah satu inti ajaran Islam. Sebaliknya, perwakilan al-Azhar dalam seminar ini menyampaikan, bahwa gagasan Gamal al-Banna telah keluar dari jalur Islam. Menariknya adalah, ketika sebagian peserta yang merupakan mahasiswa al-Azhar menanyakan, apakah al-Azhar pemilik agama? Sehingga dengan bebas membredel buku yang dianggap keluar dari jalur agama. Mendengar kritikan ini, perwakilan al-Azhar kaget setengah mati. Karena kritikan tajam seperti ini datang dari “anaknya” sendiri. “Seandainya kritikan ini datang dari orang luar masih bisa diphami”. Begitu perwakilan al-Azhar ini mengungkapkan kekagetannya.Gamal al-Banna sebagian dari tokoh pembaharu Islam yang sangat produktif. Gagasan pencerahan terus mengalir dari tokoh yang dikenal dengan kesederhanannya ini.Di penghujung tahun 1995, tepatnya pada bulan Desember, pemikir kelahiran Mesir ini meluncurkan satu buku berjudul Nahwa Fiqhin Jadîd (menuju fikih baru) jilid satu. Buku yang terdiri dari tiga jilid ini baru rampung pada tahun 1999, setelah jilid keduanya terbit pada tahun 1997.Buku ini merespons wacana pembaharuan fikih yang tampak ramai di pentas pemikiran Islam belakangan ini. Tidak seperti pemikir-pemikir lain yang hanya berhenti pada seruan pentingnya pembaharuan fikih, Gamal yang akrab dengan tulis menulis sejak usia muda menampilkan format fikih baru. Menurutnya, pembaharuan fikih harus dimulai dari dasar-dasar hukumnya. Alquran, Hadis, Ijma’ dan Kias yang merupakan dasar hukum fikih selama ini harus dirumuskan kembali. Hingga sesuai dengan spirit perkembangan masa. Selanjutnya Gamal menetapkan Akal, Kumpulan nilai universal Alquran, Sunnah dan adat istiadat sebagai dasar hukum fikih baru. Sebuah terobosan pemikiran yang luar biasa.Tentunya ini bukan karya satu-satunya. Masih terdapat “segudang” gagasan segar lainnya. Dalam konteks Islam dan kekuasaan Gamal menggagas al-Islâm Din Waummah, Walaisa Din wadaulah (Islam adalah agama dan Umat, bukan agama dan negara). Dalam kajian Alquran dia menggagas Tastwîrul Quran (Revolusi Alquran). Dalam bidang tafsir dia menggagas Tafsir Alqurân al-Karîm Baina Al-Qudamâ’ wa al-Muhadditsin (Tafisr al-Quran; antara Ahli Tafisr Lama dengan Pembaharu. Dalam bidang Hadits Gamal menggagas Al-Ashlâni al-‘Adzimani; Ru’yah Jadîdah (Dua Fondasi Agung; Al-Quran dan as-Sunnah, Sebuah Pandangan Baru).Isu-isu kontemporer pun tak lepas dari perhatrian adik kandung Hasan al Banna (pendiri gerakan Ikhwan al-Muslimin) ini. Dalam bidang kebebasan, Gamal menggagas buku berjudul Mathlabunâ al-Awwal Hua al-Hurriyâh (Kebebasan adalah pertama dan utama). Dalam wacana pluralitas dia menggagas At-Ta’addudiyah fi al-Mujtama’ al-Islamiy (Pluralitas dalam Massyarakat Islam). Untuk merespons perdebatan Islam dan terorisme, Gamal Menggagas al-Al-Jihâd. Dan masih banyak gagasan segar lainnya seperti dalam masalah hijab, sekularisme, keadilan dan lain sebagainya.Menariknya, gagasan pencerahan Gamal ini diangkat dari jantung Alquran dan Hadits. Berbeda dengan para tokoh Islam lain yang rata-rata mengalirkan konsep “pencerahan”-nya dari dua puncak “gunung” barat dan Timur. Para pembaharu biasanya mengusung proyek pencerahannya dari Barat, seperti Muhammad Arkoun, Hassan Hanafi, al-Jabiri, Syahrur dan lain sebagainya. Di sisi lain, sebagian tokoh mengalirkan “pencerahan”-nya dari Timur.

Saya sebut gunung, karena gagasan dua aliran di atas tidak berangkat dari realitas masyarakat yang didiaminya. Gagasan pembaharuan para sarjana Barat hanyalah pengamatan. Dia tidak bertolak dari jantung masyarakat di sana (Barat). Karena seseksama dan selama apa pun mereka tinggal di sana, mereka tetaplah “orang asing” yang berangkat dari tradisi yang berbeda. Begitu juga dengan tokoh dari Timur. Gagasan-gagasannya tidak berangkat dari problem keseharian masyarakat. Sehingga pandangan mereka sama sekali tidak mencerminkan tuntutan yag ada.

Di sinilah keunikan Gamal Al Banna. Dia setuju dengan konsep pembaruan yang diusung para sarjana Barat. Tapi pencerahan ini tidak dicaplok dari Barat. Dia menemukan spirit pencerahan dari jantung ajaran Islam; Alquran dan Hadits. Oleh karenanya, Gamal al-Banna selalu menyerukan pentingnya kembali ke Alquran. Hingga seruan ini dijadikan judul salah satu bukunya, Al-;’Udah ilâ al-quran (kembali ke Alquran).

Namun yang harus dipahami lebih lanjut adalah pemahamannya terhadap Alquran dan Hadits. Pemahaman Gamal tentang Alquran dan Hadits tak seperti pemahaman para tokoh Islam yang mengalirkan gagasannya dari “gunung Timur” yang memahami Islam secara letter lijk dan simbolik. Kemudian menolak pendekatan rasional terhadap Islam.

Menurut Gamal, Alquran sangat apresiatif terhadap akal. Betapa banyak ayat yang menyampaikan pentingnya penggunaan akal. Hingga tidak sedikit ayat yang dimulai dari redaksi rasional seperti alam tara (apakah kamu tidak melihat), alam ta’lam (apakah kamu tidak mengetahui) dan dikahiri dengan redaksi yang sama (rasional), seperti afala tatafakkarûn (apakah kalian tidak berpikir), afala ta’qilûn (apakah kalian tidak menggunakan akal) dan lain sebagainya.

Oleh karenanya, dalam merumuskan dasar hukum fikih baru, Gamal menempatkan akal pada level paling atas. Karena Alquran sangat apresiasi terhadap akal. Hal ini kemudian disalah pahami oleh sedertan pemikir Islam konservatif.

Bagi mereka, ketika akal diposisikan paling atas, Gamal telah keluar dari Alquran. Karena Alquran merupakan pertama dan utama dalam kehidupan umat Islam. Mereka seakan tidak memahami, bahwa pandangan Gamal tentang akal ini bertolak dari Alquran. Karenanya, tak berlebihan bila dikatakan, pemahaman mereka terhadap Alquran behenti di tataran simbol. Sementara nilai yang terkandung dalam kitab suci ini tidak tersentuh. Hingga pandangan Gamal tentang akal dianggap keluar dari ajaran Alquran.

Dalam bidang Hadits pun demikian. Gamal mempunyai pandangannya sendiri yang berbeda dengan tokoh Islam lainnya. Dalam memahami Hadits, Gamal menggunakan dua pendekatan yang sekilas tampak bertentangan. Pertama “peluwasan”. Kedua “penyempitam”.

Oleh karenanya, Gamal tidak setuju dengan penggunaan Hadits. Karena hadits (pembicaraan) hanya bagian dari as-Sunnah (tradisi). Adalah betul bahwa pakar ilmu hadits mendivinisikan hadits dengan, pernyataan, pengakuan dan ketetapan. Dan tigal hal ini merupakan unsur dari as-Sunnah itu sendiri.

Namun apabila ditelaah secara lebih mendalam, devinisi ini tidak bisa lepas dari cengkraman hadits (pembicaraan). Karena ketetapan dan pernyataan tidak langsung mempunyai kekuatan hukum. Dia membutuhkan setempel dari hadits (pembicaraan). Oleh karenanya, pemahaman hadits selama ini telah mempersempit salah satu sumber hukum terpenting dalam Islam; as-Sunnah.

Dari sini kemudian, Gamal melakukan “peluasan” pemahaman hadits dengan menggunakan as-Sunnah. Sebagaimana telah disampaikan di atas, as-Sunnah (tradisi) sangat luas dan terbuka. Pernyataan (hadits), pengakuan dan ketetapan nabi dengan segala kebebasannya menjadi sumber hukum. Tentunya, ruan bebas as-Sunnah ini dibawah kontrol akal dan nilai universal Alquran.

Di sisi lain, dalam memahami hadits Gamal juga menggunakan metode “penyempitan”. Ada dua permasalahan yang menjadi kegelisahan Gamal dalam memahami hadits. Pertama, problem tsubût (orisinalitas). Kedua, Hujjiyah (kekuatan hukum). Dalam pandangan Gamal, dua hal ini menjadi permasalahan serius, mengingat hadits pada awalnya tidak ditulis (karena larangan dari Nabi) hingga masa kekuasaan Umar bin Abdul ‘Aziz. Oleh karenanya, Gamal sangat hati-hati (penyempitan) dalam menerima suatu hadits.

Sebagaimana dimaklumi, di kurun waktu meninggalnya nabi hingga berkuasanya Umar bin Abdul ‘Aziz, silang kepentingan mewarnai kehidupan umat Islam. Dan tak jarang silang kepentingan ini diakhiri dengan kekerasan. Tak hanya itu, demi kepentingan, tidak sedikit yang menggunakan hadits buatan (palsu) untuk meraih kepentingannya.

Tak heran bila hadits palsu lebih banyak dari hadits asli. Hadits ahâd (hadits yang diceritakan oleh satu orang) lebih banyak dari hadits mutawâtir (hadits yang diceritakan oleh banyak orang).

Untuk keluar dari problem ini, Gamal kemudian menggunakan metode penyempitan hingga menemukan hadits asli dan dapat dijadikan sumber hukum. Menuruthanya, hadits-hadits yang ada harus disesuaikan dengan standar Alquran. Karena Alquran satu-satunya sumber hukum dalam Islam yang akurat.

Ada dua belas langkah yang ditempuh Gamal untuk sampai pada hadits yang dapat dijadikan sumber hukum. Pertama, tidak menggunakan hadits yang berbicara tentang hal-hal gaib seperti kematian, kiamat, sorga dan neraka. Karena hal gaib mutlak otoritas Allah. Kedua, tidak menggunakan hadits yang menafsirkan almubhamat (tidak ketahuan) dalam Alquran. ketiga, tidak menggunakan hadits yang bertentangan dengan ajaran fundamental Alquran seperti keadilan dan tanggung jawab personal umat. Keempat, tidak menggunakan hadits yang berhubungan dengan perempuan. Kelima, tidak menggunakan hadits yang berbicara mu’jizat inderawi rasul, seperti pembelahan dada rasul dan lain sebagainya. Keenam, tidak menggunakan hadits yang membicarakan keistimewaan individu, kabilah atau suku tertentu. Ketujuh, tidak menggunakan hadits yang bersemangat dengan kebebasan beraga sebagaimana diakui Alquran. kedelapan, hadits yang tidak sejalan dengan semangat Alquran harus disesuaikan dengan Alquran. Kesembilan, tidak menggunakan hadits yang menyatakan bahwa dosa kecil akan dihukum berat. Kesepuluh, tidak menggunakan hadits yang terkait dengan tata cara makan, minum, berpakaian dan hal duniawi lainnya. Kesebelas, tidak menggunakan hadits yang menyuruh taat kepada penguasa. Keduabelas, menolak dua hadits yang berbicara tentang pembagian warisan.

Dua hadits ini pertama, hadits Abdullan bin Abbas; terapkan faraidl. Jika ada sisa, maka laki-laki lebih berhak. Kedua, hadits; bagian anak saudara perempuan (mayit) seperti anak perempuan yaitu ashabah. Menurut Gamal, dua hadits ini dinasakh oleh ayat 176 dalam Surat Ai-Nisa’.

Begitulah tokoh kelahiran 15 Desember 1920 ini memahami Islam. Sebuah pemahaman yang sangat rasional dan kontekstual. Namun demikian, gagasan berlian Gamal tidak banyak ketahuan oleh umat Islam. Terutama umat Islam Indonesia. Selain karena karyanya belum banyak diterjamahkan ke dalam bahasa Indonesia, cara pandang masyarakat yang simbolik juga salah satu sebabnya. Hingga sesuatu dikatakan baik bukan karena dia baik, tapi karena unsur “luar”. Baik unsur “luar” ini berbentuk kawasan seperti Barat, atau agama seperti Islam. Padahal Islam mengajarkan, kebaikan bagaikan barang temua. Di manapun kalian menemukannya, maka Ambillah!

Tak heran bila Hashim Sholeh, spesialis penerjemah karya-karya Arkoun dan kritikus pemikiran Islam kontemporer menulis dalam kolomnya di harian paling terkemuka di Timur Tengah Sharqal Awsat (24 Mei 2004), posisi Gamal Al-Banna sebagai pionir revivalisme Islam (râ’id da’wah al-ihyâ’ al-Islâmî). Seperti posisi Martin Luther dalam agama Kristen yang menggerakkan reformasi keagamaan (al-ishlâh al-dînî) .

Catatan: Tulisan ini pernah dimuat di majalah bulanan syirah no. 42/V/mei 2005

Oleh M. Hasibullah Satrawi, Alumnus Al-Azhar Kairo, Mesir, peneliti di Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), dimuat di http://www.islamemansipatoris.com/artikel.php?id=251

9 respons untuk ‘Gamal Al Banna: Martin Luther dari Negeri Piramid

  1. gamal al banna yang sesat, Al Quran yang utama di turunkan oleh Allah SWT untuk membimbing manusia agar mareka tidak sesat dengan akalnya. Akal-lah yang harus mengikuti Al Quran, bukan sebaliknya. Al Quran adalah wahyu yang di turunkan Allah, dengan kata lain Allah-lah yang membimbing manusia.

      1. SEJARAH ISLAM BESERTA FIKIH2X PERLU D REKONSTRUKSI KEMBALI KRN TERLALU BANYAK YG ANEH & PALSU KEMUDIAN DILEGALISASI DGN IJMA..JD PANTAS UMAT ISLAM SKRG BANYAK YG ANEH KRN MENYERAP AJARAN2 YG DKLAIM DR NABI MUHAMMAD SAAW PDHL AJARAN2 TSB PALSU!! BUKAN DARI NABI MUHAMMAD TAPI DARI BANI UMAYYAH & ABBASYIAH YG SDH MENGOTORI AJARAN ASLI NABI MUHAMMAD SAAW.

  2. KLO ADA YG KEBERATAN DGN KOMENTAR SY BISA TELPON SY D NO FLEXY 0411 23 53 259…SY ORG MAKASSAR INDONESIA SIAP BERTARUNG (PEMIKIRAN & FISIK) DGN SIAPA SAJA YG SUKA MENGKAFIRKAN SESAMA MUSLIM..!!! HIDUP!..PLURALISME,SEKULARISME,PLURALISME, HIDUP! SUNNI & SYIAH..HIDUP ISLAM!!MERDEKA!!!

  3. semua pemikiran kebenarannya relatif,tergantung sikonnya saat menginterpretasikannya,hukum tidak boleh baku karena makna al-qur’an tidak baku

  4. hebat… dasar orang islam
    hari gini masih jadi korban jajahan pikiran orang kafir….
    malu!!!!
    membersihkan lantai yang bersih adalah kekonyolan yang kekanak-kanakan , apakah tidak konyol jika kita bercita-cita ingin memeprjelas hal-hal yang sudah jelas. kawan…. coba ingat kembali surat Al-baqarah ayat 1-5…….. padahal dulu waktu disekolah dasar kita selalu diajarkan bahwa rukun iman itu ada lima, lanjut ke tingkat menengah atas kita diajarkan apa itu iman, nah pada pembahasan iman itu kita dituntut untuk taat dan berserah diri pada aturan Allah SWT, kita jangan mau dibebani terus oleh pikiran-pikiran yang tidak menghasilkan apa-apa, pikiran-pikiran yang akan mengeliminasi orang-orang Islam di muka bumi. kawan janganlah kita mudah terpukau oleh pikiran-pikiran orang-orang kafir…. coba kalian tanya pada diri kalian sendiri kalaulah pikiran (pluralisme, liberalisme dan segala tek-tek bengeknya) tersebut tercetus dari negara kumuh nan miskin apakah kalian mau menggembor-gemborkannya? saya yakin hati-hati kalian hidup dalam suatu ketegangan dan kebingungan dengan pendapat kalian sendiri. ingat kita sengaja diarahkan untuk mempertentangkan agama kita sendiri selama ribuan tahuan kita dihadapkan kepada pikiran-pikiran yang akan mengikis akidah kita “orang islam” sementara orang-orang kafir memikirkan senjata untuk membunuh kita semua. percaya lah…. jangan lah mudah terpukau oleh sesuatu yang kecil.

Tinggalkan Balasan ke afdhaly ras Batalkan balasan