Refleksi Natal: Membangun Kesejajaran Kristen-Islam

Dalam rangka menyambut hari natal apda 25 Desember nanti, penting kiranya mengedepankan pesan perdamaian. Berikut langkah-langkah yang saya tempuh.

Perbincangan tentang Yesus (Isa) merupakan wacana yang paling sensitif dan kontra-produktif dalam dialog Islam-Kristen. Walaupun kedua agama tersebut sama-sama membicarakan Yesus, namun mempunyai perspektif yang berbeda karena berbeda dalam sumbernya. Islam bersumber dari al-Qur’an, sementara Kristen bersumber dari Injil. Seharusnya, perbedaan perspektif Muslim-Kristiani dalam memandang Yesus tidaklah dipersoalkan, karena sumber primernya tidak sama.

Akan tetapi, manakala Yesus dibicarakan oleh umat Islam seringkali mendapat respon negatif dari umat Kristen. Misalnya, seorang Muslim mengatakan bahwa Yesus (Isa) sama halnya seperti utusan-utusan Tuhan lainnya seperti Adam, Ibrahim, Musa dan lain-lain umat Kristen akan menentangnya dan memberikan perspektif berdasarkan kitab sucinya. Begitu pula sebaliknya, ketika umat Kristiani berbicara Yesus, orang Islam cenderung menyalahkannya. Pertentangan tersebut tidak berhenti di situ, seringkali berlanjut pada debat kusir bahkan pertengkaran fisik.

Saya sebagai orang Muslim, sangatlah kurang tepat berbicara Yesus dari perspektif Kristen atau Injil. Karena pembicaraan Yesus itu menyangkut keyakinan umat kristiani, sehingga ruang kesalahan dalam mendeskripsikannya lebih lebar dibandingkan dengan pihak Kristiani. Karena itulah, pada Natal 2002 ini saya berusaha mengeksplorasi Yesus dari perspektif Islam (al-Qur’an) sebagai refleksi baik bagi umat Islam maupun Kristen. Sebab, Natal sepatutnya tidak hanya diperingati oleh umat Kristiani, tapi juga umat Islam yang meyakini adanya nabi-nabi lain selain Nabi Muhammad, termasuk diantaranya Yesus (Isa).

Peristiwa Natal dalam tradisi Kristen ibaratnya peristiwa Maulid Nabi dalam Islam. Umat Islam merayakannya dengan penuh kemenangan, begitu pula umat Islam. Karena umat Islam mengikuti Nabi Muhammad, sehingga yang diperingati hanya momen-momen istimewa yang dialami oleh Muhammad seperti Maulid, Isra’ Mi’raj dan lain-lain. Hal ini bukan berarti tidak mengikuti nabi-nabi sebelumnya, sebab tidak ada perbedaan antara nabi satu dengan yang lainnya. Semua agama pada prinsipnya sama-sama mengajarkan tauhid, keadilan, persamaan, dan kebenaran. Muhammad Abu Zahra dalam Ushul Fiqhnya mengatakan inna al-syarai’a al-samawiyah wahidatun fi ashliha, bahwa seluruh syariat (agama) samawi pada dasarnya adalah sama.

Secara umum telah disepakati bahwa nama Isa berasal dari bahasa Syiriak, Yeshu yang diambil dari bahasa Hebrew Yeshua dan oleh lidah orang Barat menjadi Yesus sebagaimana nama Musa dalam bahasa Arab yang menjadi Moses. Teori lain menyebutkan bahwa nama Isa digunakan oleh orang-orang Yahudi karena kesamaannya dengan Esau, bahkan sebagian kalangan menyakini bahwa jiwa Esau telah ditransfer kepada Yesus Kristus (Isa al-Masih).

Dalam Islam (al-Qur’an) Yesus mendapat nama dan gelar yang cukup beragam, yaitu Isa al-Masih, sebagai Putra Maryam, sebagai Rasul, sebagai Nabi, sebagai Kalimah, dan sebagai Ruh Allah. Kepelbagaian panggilan dan gelar Yesus ini menunjukkan bahwa Islam juga memberikan banyak perhatian kepada Yesus. Bahkan menghormatinya sebagai salah satu nabi-nabi Allah dan termasuk dalam apa yang dikenal dengan ulul ‘azmi (mereka yang berhati teguh). Perhatian ini bukan hanya kepada Yesus seorang melainkan juga kepada seluruh keluarga Imran, sehingga al-Qur’an mengabadikan kisah keluarga Isa dalam salah satu surat al-Qur’an, ali Imran (keluarga Imran).

Al-Qur’an memberikan sebuah apresiasi tersendiri baik terhadap Yesus ataupun Maryam. Disebutkan bahwa Maryam sebagai wanita suci melahirkan seorang putra dari sabda-nya yang bernama al-Masih. Allah berfirman “Kemudian Malaikat berkata kepada Maryam bahwa Allah memberinya kabar gembira dengan seorang putra yang bakal lahir melalui sabda-Nya yang bernama Al-Masih, Isa putra maryam, seorang yang terhormat di dunia dan di akhirat, dan tergolong yang dekat kepada Allah, Isa jua akan bicara kepada orang banyak pada waktu masih bayi dalam buaian.

Ayat al-Qur’an di atas mempunyai kesamaan dengan bunyi teks dalam Matius ”Yusuf, Anak Daud, sebab anak yang dikandungnya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat 1-2).

Yesus Dalam Injil dan Qur’an

Baik al-Qur’an ataupun Injil tidak menjelaskan secara gamlang tentang kapan (tanggal) seorang Yesus dilahirkan, sehingga mendiskripsikan Yesus dari sudut pandang kapan dilahirkan menjadi spekulatif. Berkaitan dengan persoalan kelahiran Yesus yang tanpa Ayah (virgin birth) Zwemer dalam The Moslem Christ mengatakan bahwa kenyataan mengenai kelahiran tanpa ayah ini tidak secara otomatis membuktikan superioritas Yesus, sebab ada bahkan tanpa ayah dan tanpa ibu, yaitu Adam, maka dalam hal ini ia lebih superior dibandingkan dengan Yesus sendiri.

Dalam pandangan Kristiani (Injil Yohanes) Yesus dilukiskan sebagai Logos, sabda Tuhan yang menjadi daging dan Dia pernah dilaporkan pernah berkata “Bapa adalah Aku, dan Aku adalah Dia” (Yoh 10 : 38) dan “Aku dan Bapa adalah satu (Yoh 17 : 32). Jadi dalam Kristen, Firman Tuhan itu adalah Yesus, sementara dalam Islam Firman (kalam) Tuhan adalah al-Qur’an. Maka memposisikan Yesus (Isa) sama dengan Muhammad adalah pandangan yang kurang tepat. Sebab, di samping Yesus sebagai utusan Tuhan, ia juga sebagai firman (kalam) Tuhan yang berbentuk daging, sementara Muhammad hanya sebagai rasul Allah dan Firman Allah terkodifikasi dalam al-Qur’an. Posisi Muhammad sebagai penerjemah ide besar Tuhan (kalamullah) yang kemudian ia tafsirkan dalam bentuk hadist.

Yesus Kristus (Yunani) atau al-Masih (Islam) Messias (Ibrani) merupakan seorang nabi yang tidak saja dikagumi oleh umat Kristiani, tetapi juga seluruh umat manusia yang benar-benar mengerti tentang perjalanan lika-liku hidupnya. Dia ibaratnya air dingin yang menyirami seluruh manusia yang penuh dengan dosa dan kesenangan duniawi. Yesus bukanlah seorang yang kaya-raya, namun segala yang dimilikinya dia korbankan untuk keselamatan umatnya dan menebus dosa umatnya, sehingga dia rela mati, menghembuskan nafas terakhrinya di atas salib. Bahkan tubuhnya tidak lagi milik dirinya, melainkan milik seluruh umat manusia.

Pertanyaannya, bisakah menghadirkan Yesus dalam Natal? Bisakah orang seperti Yesus datang (lahir) kembali ke jagad raya ini untuk memperbaiki umat manusia yang masuk dalam jurang kenistaan dan dosa, gila kemewahan duniawi. Jika saya boleh berkata, maka saya akan menyeru; “Yesus, datanglah ke-Indonesia atau ke suluruh dunia, taburkanlah cinta-kasihmu ke semua umat manusia, dan keluarkanlah umat manusia dari penderitaan duniawi, arahkanlah manusia dengan Firmanmu agar segera keluar dari lembah dosa.”

Natal bukan sekedar sebuah ritual-formal yang hampa akan makna. Natal tidak harus diperingati dengan pesta meria. Yang lebih penting adalah bagaimana merefleksikan dan mengartikulasikan makna Natal dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, Yesus bukan hanya sebuh cerita yang harus dikenang tanpa dijadikan sebagai suri teladan bagi segenap manusia. Semoga Yesus bisa hadir dalam Natal.

17 respons untuk ‘Refleksi Natal: Membangun Kesejajaran Kristen-Islam

  1. Kalau semuaorg berpikir seperti bapak maka tentu wajah dunia sudh sedikit berubah. konflik yg selalu terjadi karena masing-masing menganggap agamanya lebih sempurna dan mengabaikan yang lain. semoga dialog antar umat beragama membawa hasil yg positif bagi kerukunan antar umat beragama di dunia.

    Slm

  2. Mas, bolehkah tulisan ini saya share di facebook saya? kalau boleh saya akan sangat berterima kasih sekali.
    Tulisan ini sangat bagus, dan saya kagum atas keIslaman nyata mas Hatim.

    Tks.

  3. Wah… saya kagum sekali dengan cara pandang Anda. Anda bisa mengkritisi tanpa melukai. Sungguh orang orang seperti Anda yang musti tampil ke depan, mengajak seluruh umat manusia tanpa memandang apa agamanya, bersama sama berkarya, agar keselamatan Allah terjadi di atas bumi ini. Trims mas.

  4. kritik aneh….
    Sudahlah….ga usah pake kritik2 segala….sdh tau sumbernya beda…kalo mau jadi kristiani ya kristiani aja…kalo mau jadi muslim ya muslim aja….
    So….no comment!!!!!

  5. Ini adalah kalimat-kalimat yang menyesatkan umat :
    1.Sebab, Natal sepatutnya tidak hanya diperingati oleh umat Kristiani, tapi juga umat Islam yang meyakini adanya nabi-nabi lain selain Nabi Muhammad, termasuk diantaranya Yesus (Isa)
    2.Semua agama pada prinsipnya sama-sama mengajarkan tauhid, keadilan, persamaan, dan kebenaran

    Pertanyaanya saya klo anda sebagai seorang muslim.
    1.Apakah nabi Muhammad SAW pernah merayakan natal?
    2.Apakah anda tahu arti tauhid?

    Tolong ya pelajari islam dengan benar jangan sering baca buku sesat seperti pluralisme dll. Saya kasih buku the choise karangan Achmad Deedad http://www.pakdenono.com/the_choice.htm

    Semoga Allah SWT memberikan hidayah kepada anda. Amin

    1. Jangankan nabi Muhammad, Yesus saja tidak pernah merayakan ulang tahunnya.

      Tapi intinya bukan itu, penolakan opini bahwa “menghargai umat lain adalah benar dan tidak melanggar ajaran agama” sudah menjadikan agama menjadi sesuatu yang eksklusif, padahal agama itu untuk SELURUH mahluk hidup, tanpa kecuali.

    2. justru anda sendiri yang semestinya mempelajarinya dengan benar, semakin benar seseorang mempelajari agamanya maka ia akan semakin toleran terhadap orang lain karena hanya ada 2 jenis musuh manusia yang paling nyata yaitu syetan dengan segala bujuk rayunya dan godaan hawa nafsyu yang timbul pada dirinya sendiri

      1. Kita sebagai muslim tidak boleh dan haram mengikuti perayaan ummat agama lain. Islam sudah sempurna dan agama paripurna. Tidak ada yang sesempurna Islam. Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam.

  6. Natal tidak sama dengan Maulid Nabi. Coba anda pelajari bagaimana natal diadopsi menjadi natal seperti yang kita kenal saat ini. Nabi Muhammad SAW, meskipun masih ada beberapa pertentangan, tapi bisa diketahui kapan lahirnya (paling tidak sampai perkiraan tahun terdekat). Jangan juga dianggap bahwa semua muslim merayakan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW sebagai suatu “perayaan”.

    Bertoleransi adalah membiarkan, menyadari dan menghormati adanya perbedaan, dan bukan dengan memaksakan perbedaan menjadi persamaan. Dalam Islam, “bagiku agamaku dan bagimu agamamu”, dan itu tidak bisa ditawar hanya dengan atas nama “toleransi”. Mungkin itu juga yang berlaku bagi saudara-saudara kaum Nashrani.

    Muslim bukan selalu Islam. Jika ingin belajar dan mengetahui tentang Islam, pelajarilah Al Qur’an dan hadits. Disitulah anda semua akan menemukan kebenaran. Perilaku dan perkataan seorang Muslim adalah baru dikatakan benar jika sesuai dengan Al Qur’an dan hadits.

  7. sudahlah gak usa rame-rame, ini hanyalah masalah IMAN, keselamatan itu kasih karunia kok. bukan keputusan kita. Yang bisa mengubah dan memberi pencerahan hanya Tuhan semata, bukan orang lain dan bahkan bukan juga kita.
    Yang penting bersungguh-sungguhlah dengan Iman yang sudah kamu pegang saat ini, dan jalanilah apa yang harus dijalani.
    Hidup dalam sebuah perbedaan itu indah, selama kita bisa menghargai perbedaan tersebut tanpa berusaha menyamakan perbedaan itu sendiri.
    INGATTT. FULL COLOUR LEBIH INDAH DARI PADA MONO COLOUR.

Tinggalkan Balasan ke Yus Batalkan balasan