Idul Adha dan Solidaritas Kemanusiaan

Setiap tanggal 10 Dzulhijjah, umat Islam merayakan Hari Raya Idul Adha. Sebagaimana lazimnya, setiap hari raya senantiasa diiringi oleh takbir dan tahmid yang menggema. Lantunan takbir dengan suara merdu diiringi dengan tabuhan beduk, serta takbir keliling merupakan nuansa dalam setiap merayakan hari raya, baik Idul Adha maupun Idul Fitri.

Idul Adha kali ini berbeda dengan hari raya sebelumnya. Pasalnya, Indonesia tengah dilanda bencana alam yang sangat dahsyat. Gempa bumi dan gelombang tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan pulau Nias telah menelan korban yang tidak sedikit jumlahnya. Saat ini, disamping terus melakukan evakuasi atas mayat-mayat korban, sebagian yang lain terus melakukan rehabilitasi atas kondisi Aceh yang porak-poranda akibat tsunami.

Gema takbir Idul Adha kali ini akan bersahutan dengan isak tangis anak-anak Aceh yang kehilangan ibu-bapaknya atau bapak-ibu tanpa anak dan keluarga lainnya. Nuansa meriah Idul Adha akan berganti dengan tetesan air mata dan tangis rakyat Aceh.

Adakah makna yang bisa diambil dari hari raya Idul Adha ini untuk korban tsunami? Ataukah perayaan Idul Adha hanyalah sebuah ritual keagamaan yang sama sekali tidak berdimensi kemanusiaan? Sebenarnya, ada banyak makna dan pesan yang hendak disampaikan Hari Raya Idul Adha ini untuk korban tsunami.

Lantunan takbir dan tahmid yang menggema. Dengan takbir, setiap manusia diajak untuk melakukan refleksi bahwa tidak ada yang abadi, agung dan besar didunia ini kecuali Allah. Harta kekayaan yang kita miliki tidak berarti dihadapanNya. Berapa banyak harta kekayaan yang hanyut bersama tsunami di Aceh. Yang berarti dan bermakna dihadapanNya hanyalah derajat taqwa manusia, bukan pada harta, kekuasaan, atau hal-hal lainnya. Kemaslahatan, kemanusiaan, keadilan tidak bisa dipertukarkan dengan kekuasaan, jabatan, harta kekayaan dan lain sebagainya.

Dengan demikian, kita sangat tidak layak menuhankan harta kekayaan, jabatan dan kekuasaan yang kita miliki. Semua itu hanyalah titipan dari Tuhan dan bersifat sementara. Jika kematian menjemput kita, apa yang kita miliki tak ada yang bisa dibawa ke liang kubur. Karena itulah, kita perlu meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah. Itulah makna takbir yang senantiasa dilantunkan dengan suara merdu dalam setiap hari raya.

Kemudian, ucapan tahmid mengajarkan kepada kita untuk berterima kasih atas nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah kepada kita semua. Karena harta, kekayaan, dan jabatan yang kita miliki perlu kita syukuri bersama. Caranya, dengan memberikan apa yang kita miliki terhadap fakir-miskin dan yang berhak lainnya. Karena itulah, Idul Adha sesungguhnya memiliki dimensi solidaritas kemanusiaan yang sangat dalam artinya bagi kita semua. Rakyat Aceh yang kini tengah dilanda musibah yang maha dahsyat meniscayakan kita semua untuk mengulurkan tangan, membantu mereka.

Bentuk solidaritas kemanusiaan ini dengan tegas diwujudkan dalam bentuk kurban. Karena itulah, Hari raya Idul Adha seringkali disebut sebagai Hari raya Kurban. Anjuran berkurban ini menunjukkan betapa Islam sangat concern dan care terhadap fakir-miskin dan kaum dhu’afa lainnya. Waktu berkurbanpun ditentukan, yakni mulai dari 10 Dzulhijjah sampai 13 Dzulhijjah, ayyam al-tasyriq.

Penentuan waktu berkurban ini ini sebenarnya bukan untuk membatasi bantuan dan solidaritas kemausiaan kita. Sebab, dalam ayat-ayat lain dijelaskan saling membantu sesama suatu kewajiban bagi segenap umat Islam. Maksud penentuan ini tidak lain agar pada hari raya Idul Adha tidak ada seorangpun yang merasakan kelaparan dan kemiskinan. Tentunya, hal yang demikian itu perlu dilanjutkan pasca hari raya Idul Adha.

Berakhirnya Idul Adha bukan berarti akhir dari bantuan dan solidaritas kemanusiaan kita. Di samping itu, kurban yang kita berikan sebenarnya hanyalah sebuah simbol yang memiliki dua arti penting.

Pertama, simbol taqwa. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa daging, darah hewan kurban sama sekali tidak sampai kehadapan Tuhan, kecuali ketaqwannya (QS.22:37). Karena itulah, sesungguhnya perintah berkurban memiliki dimensi kemanusiaan dan transenden sekaligus. Artinya, hewan kurban yang kita sembelih menunjukkan bahwa setiap umat manusia diharapkan untuk membantu sesama dengan catatan harus didasarkan pada semangat taqwa, ikhlas, tanpa pamrih dan pamer.

Kedua, persamaan ajaran Tuhan. Perlu diketahui bahwa ajaran berkurban bukanlah sebuah ajaran yang hanya berlaku pada ummat Muhammad, me-lainkan sebuah ajaran yang telah berlaku sejak nabi Ibrahim, bapak semua agama (Yahudi, Kristen dan Islam). Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih putranya, dalam rangka meningkatkan derajat ketaqwannya di hadapan Tuhan.

Ajaran yang sudah berlaku sejak nabi Ibrahim ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang subtansial antara agama yang satu dengan lainnya. Sebab, pada dasarnya, semua agama adalah satu kesatuan. Yakni sama-sama mengejar The Ultimate Reality (istilah Roddolf Otto) dan berdimensi kemanusiaan sekaligus. Baik Yahudi, Kristen maupun Islam memiliki tujuan yang sama. Bahkan menurut Khalil Abdul Karim (1990), ajaran puasa, haji, umrah, tawaf, kurban dan bacaan talbiyah merupakan ajaran sebelum Mu-hammad.

Yang berbeda hanyalah pada mekanisme-operasionalnya semata, dan hal-hal yang bersifat partikular. Akan tetapi, pada semangat dan nilai universalnya adalah sama. Karena itulah, konflik sosial yang kerap berdimensi agama (jihad, zending, crussade) sama sekali tidak dibenarkan oleh agama-agama tersebut.

Maka dari itu, membangun solidaritas kemanusiaan, persaudaraan sejati kemaslahatan tidak hanya tertuju kepada sesama muslim, tetapi juga kepada seluruh manusia. Karena itu, melalui hari raya kurban inilah kita diharapkan bisa membangun solidaritas kemanusiaan secara universal tanpa terikat oleh perbedaan agama, etnis, ras, suku dan bahasa. Di sinilah, makna solidaritas kemanusiaan dari hari raya Idul Adha.[Hatim Gazali]

Sumber: Solo Pos, 19-01-2005

Satu respons untuk “Idul Adha dan Solidaritas Kemanusiaan

  1. assalamu’alaikumwrwb

    Bapak maaf zie ambil paragraf terakhir untuk postingan zie dalam rangka “peringatan hari raya kurban”, tapi ga minta ijin dulu, tapi zie sertakan juga kok link Bapak

    mohon maaf sebelumnya dan terima kasih

Tinggalkan komentar