Mengantar Anak Ke Sekolah (Hari Kedua)

Hari ini (18/07/2017), saya mengantar Arkin dan Ibra untuk hari kedua. Ke depan, setiap pagi saya punya tanggungjawab untuk mengantar anak-anak ke sekolah. Sebelum ke sekolah, sesuai kesepakatan, Arkin dan Ibra mau bangun lebih pagi dari hari kemaren. Tadi, mereka saya bangunin jam 05.30, kemudian saya minta untuk langsung mandi. Selesai mandi, saya menyiapkan pakaian sekolahnya dan membantu memakaikannya.

Setelah mereka siap, anak-anak sarapan. Kemaren saya juga membuat kesepakatan dengan anak-anak untuk rutin membawa bekal dari sekolah. Saya memberi kesempatan untuk jajan di sekolah tak lebih dari 7 kali dalam sebulan. Padahal, kantin sekolah menurut koran yang ditempel di dinding sekolah adalah kantin terbaik di depok.

Saya pun mengendarai motor untuk mengantar anak-anak ke sekolah sebagaimana yang pernah dilakukan oleh salah satu tokoh publik di negeri ini, walaupun apa yang saya lakkukan tanpa ada liputan media. Sepanjang perjalanan dari rumah ke sekolah yang jaraknya sekitar 4km, tak banyak hal yang dibahas.

Ketika turun dari motor, Ibra mulai merengek dan melobi agar ditemani. Saya tak memberikan respon apapun karena kemaren kita sudah ada kesepakatan bahwa hari ini tidak ditemani di sekolah. Saya membantu melepaskan sepatu Arkin dan Ibra dan meminta mereka menaruh tas di dalam kelas, untuk kemudian ikut baris berbaris di halaman sekolah. Menuju barisan itu, Ibra mulai menangis. Sementara Arkin dengan sangat percaya diri langsung mengambil bagian dari barisan yang sudah mulai tampak rapi. Oh satu hal yang lupa diinformasikan bahwa Arkin masuk kelas 1.1. dan Ibra masuk kelas 1.3, sehingga mereka beda kelas. Sebenarnya, ada juga teman TK-nya yang masu ke SD ini, hanya beda kelas juga, yakni kelas 1.2.

Dan saya tetap berjalan ke luar dari arena halaman sekolah. Sebelum benar-benar meninggalkan pergi, saya berbicara dengan guru untuk menyampaikan bahwa di awal-awal sekolah, Ibra sering menangis. Karena, Ibra relatif lebih sulit beradaptasi terhadap situasi baru ketimbang Arkin.

Sambil melangkah keluar halaman sekolah, saya masih menyaksikan Ibra tetap menangis. Dengan melangkah pasti, ku ucap “bismilah”, Ibra insyallah akan segera bisa beradaptasi. Sementara, Arkin dan rapi di barisan.

Tinggalkan komentar