Hari ini (20/07), ketiga kalinya saya mengantar Arkin dan Ibra ke sekolah. Kemaren harusnya yang ketiga kalinya, namun karena Arkin lagi kurang sehat dia memutuskan untuk tidak sekolah. Ibra pun ikutan tidak masuk sekolah. Alasan yang tersampaikan Ibra adalah ingin menemani Arkin. Padahal, hati saya menduga karena Ibra adalah pribadi pencemas. Dia mungkin membayangkan betapa “angker”nya sekolah, ke sekolah bersama Arkin saja tetap terasa “angker”nya. Buktiknya dia tetap nangis. Dan ketika saya tanya “mengapa Ibra menangis”, “Ibra takut papa”, begitu jawaban Ibra.

Memang, Ibra dalam amatan saya adalah pribadi pencemas. Dia tak mudah beradaptasi terhadap kebaruan. Dulu ketika masih TK juga hampir sebulan minta ditemani mamanya di sekolah, bahkan di dalam kelas. Bahkan, ketika sudah beberapa bulan sekolah dan sudah tidak nangis, namun ketika sekolahnya “dihias” karena ada acara, Ibra kembali merengek.

Tugas saya sebagai orang tua adalah terus berusaha meyakinkan Ibra bahwa dia akan baik-baik saja dan tidak ada yang mengancam dia. Dan Ibra biasanya tak langsung percaya terhadap apa orang lain omongkan sebelum ia membuktikan dan merasakannya sendiri. Anak ini tergolong cukup kritis dan cerdas, serta perfeksionis. Ia tak mudah ditipu oleh teman-temannya. Sebaliknya, ia bisa “ngerjain” mamanya.

Ini berbeda dengan saudara kembarnya, Arkin yang cenderung lebih percara diri, apa adanya alias polos dan pasrah. Terhadap kebaruan, Arkin cepat beradaptasi. Ketika misalnya disuruh maju ke depan kelas, atau panggung saat acara, Arkin sangat percaaya diri, walaupun dia, misalnya, belum tahu apa yang akan terjadi. Arkin modalnya adalah PeDe, dan santai.

Dua anak kecil bernama Arkin dan Ibra ini adalah saudara kembar. Terhadap anak yang kembar, jangan coba-coba menyamakan yang satu dengan lainnya. Sekalipun ia kembar identik, anak kembar adalah pribadi-pribadi yang memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Memperlakukan anak “secara berbeda” dan proporisonal adalah kuncinya. Karena adil tidak berarti menyamakan. Karena keadilan juga bukan kesegeraman.

Tinggalkan komentar